Sengketa Korea Utara- Korea Selatan


SENGKETA KOREA UTARA – KOREA SELATAN

Perselisihan antara negara Korea ini bermula setelah Peraang Dunia II. Layaknya negara lain, pengaruh Amerika Serikat dan Uni Soviet berpengaruh buruk pada negara Korea ini, sama halnya terhadap Indonesia. Korea dipisah menjadi 2 bagian, yang kemudian secara resmi membentuk Rakyat Demokratik Republik Korea Utara dan Republik Korea.
Sejak tahun 1948, Korea Selatan dan Korea Utara digencar pertanyaan mengenai reunifikasi mereka. Namun sepertinya reunifikasi tidaklah mudah. Pada tahun 1950, Korea Utara melakukan invasi atas Korea Selatan yang menimbulkan Perang Korea. Perang tersebut memakan 2 juta nyawa. Ketegangan tersebut terus terjadi, namun banyak juga upaya yang dilakukan oleh kedua belah pihak untuk bersatu lagi. Upaya-upaya yang dilakukan antar lain disebut denngan ‘Sunshine Policy’, sebuah kebijakan untuk meningkatkan interaksi antar 2 negara tersebut. Pada tahun 1994, presiden Korea Selatan, Kim Jong-Il, juga mengupayakan perdamaian dan menghentikan program nuklir milik Korea Utara. Tahun 2000, diadakan pertemuan tingkat tinggi antar Korea, hal ini mendukung perdamaian. Lalu pada tahun 2002, AS mengumukan program uji coba nuklir pertama Korea Utara, yang menimbulkan ketegangan antar 2 negara tersebut. Pada tahun 2003, Presiden Korea Selatan yang baru, Roh Moo Hyun, diangkat dan bahkan diberi hadiah oleh Kim Jong-Il berupa 4 ton ‘songi’ (jamur matsutake) senilai 2,6 juta dollar Amerika pada pertemuan tingkat tinggi antar Korea di Pyongyang. Lagi-lagi kedua kepala negara ini berjanji untuk memajukan kesejahteraan dan perdamaian.  Namun lagi-lagi, pada tahun 2009 Korea Utara melakukan uji coba nuklir ke-2 yang menewaskan 2 warga sipil dan 2 anggota militer Korea Selatan. Akhirnya, pada November 2010, ‘Sunshine Policy’ resmi berakhir. Pada Desember 2011, Kim Jong-Il meninggal karena serangan jantung, akhirnya Kim Jong-Un naik menggantikan posisi ayahnya. Pada 1 Januari 2013 Kim Jong-Un menyampaikan keinginannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua negara tersebut, namun pada Februari tahun yang sama, Kim Jong-Un melakukan uji coba nuklir ke-3 yang dikatakan 2 kali lebih besar daripada uji coba nuklir ke-2. Lalu pada April tahun yang sama Korea Utara mengatakan bahwa mereka akan memulai fasilitas nuklir utamanya di Yongbyon, yang dikatakan akan meningkatkan kekuatan nuklir Korea Utara secara kualitas maupun kuantitas.
Sampai sekarang kedua negara tersebut masih dalam keadaan ‘perang’. Perjanjian Perdamaian masih belum ditanda tangani oleh kedua belah pihak.

Menurut saya, perang macam ini hanya bisa diatasi dengan cara damai. Jika cara paksa yang dilakukan, perang antar kedua negara ini tidak akan berakhir, sebaliknya akan terus memanas dan memakan lebih banyak korban karena kedua negara sama-sama kuat. Harus ada campur tangan dari pihak ke-3 untuk menengahi peperangan ini (arbitrasi), ataupun diselesaikan melalui ahkamah Internasional ataupun lembaga PBB. 

Comments